Friday, May 27, 2011

Bagaimana Sebuah Kampus Bisa Hidup?

Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN) sebagai sebuah kampus teknik swasta tertua di Indonesia, nasibnya kini tinggal di ujung tanduk. Bagaimana tidak? Satu jurusan didalam sebuah fakultas dalam setiap semesternya hanya dapat menjaring 20-30 orang mahasiswa baru. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, sebuah jurusan terpaksa ditutup akibat dari tidak adanya mahasiswa baru yang mendaftar. Miris bukan?

Kenyataan tersebut bukan lantas menjadi hal yang harus diratapi atau malah membuat kita mengelus dada. Dari titik nadir inilah moment yang berharga hadir di tengah-tengah kita semua sebagai upaya merefleksikan dan membangkitkan kembali semangat yang dulu pernah dicetuskan oleh Prof. Dr. Ir. Rooseno dalam mendirikan ISTN.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa persaingan antar perguruan tinggi dalam menjaring calon mahasiswa baru terjadi di Indonesia. Tak heran jika persaingan ini memaksa kampus-kampus harus memutar otak untuk “mempercantik diri” agar dilirik oleh calon mahasiswa baru. Lalu, bagaimana dengan ISTN? Apa yang seharusnya ISTN lakukan untuk bisa bersaing dengan perguruan-perguruan tinggi lainnya?

Setiap perguruan tinggi punya cirinya masing-masing, mulai dari label hingga isinya. Melalui tulisan ini, saya ingin memberikan sebuah gambaran tentang bagaimana sebuah kampus bisa hidup ditengah-tengah persaingan yang saat ini sangat kompetitif. Saya perlu ingatkan bahwa tulisan ini bukanlah tulisan ilmiah, namun hanya sebatas pengamatan empiris saya terhadap bidang yang saat ini tengah saya geluti.

Saat ini saya bekerja disebuah Lembaga Pendidikan kalangan perbankan, sebuah lembaga pendidikan yang bernaung dibawah Yayasan Bank Indonesia. Walaupun masih mempunyai ikatan yang kuat dengan induknya, namun dari segi penghidupan, lembaga pendidikan ini amat sangat mandiri dalam menghidupi seluruh operasionalnya. Dan disetiap akhir tahun, melalui laporan keuangan, lembaga pendidikan ini dapat menghasilkan surplus yang luar biasa.

Ada cerita dibalik itu semua, cerita kesuksesan yang dimulai sejak saat penggantian pucuk pimpinan ditahun 2006 yang lalu. Perlu diketahui, pada tahun tersebut lembaga pendidikan ini hanya mendapati surplus sebesar 300 an Juta Rupiah. Jika mengingat lembaga pendidikan ini adalah “sekolahnya” kalangan perbankan, maka jumlah surplus tersebut bisa dibilang sangat minim untuk sebuah lembaga pendidikan yang memiliki gengsi.

Penggantian pucuk pimpinan, baik itu di tingkat yayasan maupun lembaga pendidikannya, menjadikan moment tersebut sebagai awal dari kebangkitan dan semangat baru dalam memikat bankir-bankir untuk mau mengikuti pendidikan dan pelatihan di lembaga pendidikan ini. Rencana strategis dan Road Map menuju tahun dimana Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 mendatang, disusun sedemikian rupa agar lembaga pendidikan ini dapat mengimbangi gerak laju para pelaku bisnis perbankan.

Perombakan total dilakukan, mulai dari struktur organisasi yayasan dan lembaga pendidikan hingga struktur kepegawaian. Perombakan terhadap struktur organisasi dilakukan terhadap anak-anak perusahaan yang tidak menguntungkan yayasan, digabung menjadi satu dibawah naungan dan pengelolaan lembaga pendidikan. Struktur kepegawaian dianalisa, kompetensi karyawan terhadap mutu dan kualitas kerja jadi sorotan untuk dibenahi melalui perekrutan sumber daya manusia yang produktif dengan background pendidikan minimal S-1. Kesemuanya itu dalam kerangka pencapaian target visi dan misi lembaga untuk menjadi lembaga pengembangan perbankan dan jasa keuangan yang terpercaya dan terkemuka di ASEAN. Itu yang pertama..

Yang kedua, strategi menjalankan lembaga pendidikan dan manajemen bisnis agar dapat bersinergi serta menghasilkan income.

Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini banyak perguruan tinggi yang harus memutar otak untuk bisa menyajikan mutu serta kualitas pendidikan yang baik dengan disokong oleh kinerja pelayanan yang searah. Memutar otak agar dapat menghasilkan surplus yang luar biasa untuk menunjang dan memenuhi tuntutan kebutuhan hidup para karyawannya serta menghasilkan lulusan yang berkompeten dalam persaingan dunia kerja.

Lalu, bagaimana caranya lembaga pendidikan ini memanajemen itu semua? Luas lahan yang dimiliki lembaga pendidikan ini tidak mencapai setengahnya dari luas total lahan yang ISTN miliki. Di lahan yang ada ini, berdiri berbagai macam fasilitas. Mulai dari ruang kantor, ruang kelas, ruang rapat, ruang serba guna, cafetaria, asrama, masjid, lapangan futsal hingga fitness center. Kesemuanya itu adalah asset berharga yg bisa dijadikan pundi-pundi uang.

Tak heran jika pendapatan terbesar dari lembaga pendidikan ini terdapat pada divisi pengelolaan kampus. Bayangkan, divisi pengelolaan kampus dalam setiap tahunnya ditargetkan menghasilkan lebih dari 50 persen dari total keseluruhan dibandingkan dengan target pendapatan divisi-divisi yang lain.

Apakah kemudian dengan keadaan itu semua lantas membuat lembaga pendidikan ini terlena dengan pendapatan yang luar biasa dari segi fasilitas dan meninggalkan visi dan misinya sebagai sebuah lembaga pendidikan? Fasilitas-fasilitas yang ada ini hanya sebagai kebutuhan pelengkap visi dan misi. Lembaga pendidikan ini tetap fokus pada upaya mengembangkan kompetensi para bankir. Sekitar 2 minggu yang lalu, lembaga pendidikan ini mengangkat 5 orang honorable faculty yang berasal dari mantan gubernur Bank Indonesia dan orang-orang yang memiliki reputasi dalam dunia perbankan sebagai “guru besar”.

Dalam jajaran posisi strategis dan pengajar lembaga pendidikan ini terdapat nama-nama yang mempunyai latar belakang dari dunia perbankan, seperti mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, mantan Direktur Utama BNI, Komisaris bank BTN dan setumpuk nama-nama lain. Artinya, dengan menempatkan orang-orang tersebut kedalam posisi penting diharapkan para bankir semakin “terpancing” untuk datang lalu kemudian “ditangkap” oleh fasilitas-fasilitas yang memadai.

Sistem pengolaan keuangannya pun diatur sedemikian rupa. Seluruh pendapatan yang ada dibagi dua, yang satu untuk pembenahan fasilitas kampus dan satu lagi untuk peningkatan gaji para karyawannya. Untuk yayasan, cukup dengan mendapat sisa dari pembagian tersebut. Total pendapatan bersih lembaga pendidikan ini per Desember 2010 setelah dibagi-bagi dengan biaya operasional, berdasarkan laporan keuangan lembaga, telah mencapai angka lebih dari Rp. 5 Milyar. Fantastis bukan?

Yang ketiga, point ini tidak kalah pentingnya dengan point-point sebelumnya, etos kerja dan budaya pelayanan yang diterapkan dan wajib dipegang teguh serta ditaati oleh seluruh karyawannya. Mengingat lembaga pendidikan ini hidup dari kunjungan para bankir-bankir, maka prinsip pelayanan sudah berlaku sejak pintu masuk dimana penjaga keamanan pun diharuskan untuk melakukan 2-5-2 (Istilah untuk tersenyum yang berarti, tarik ujung bibir 2 cm ke kiri dan 2 cm ke kanan ditahan selama 5 detik).

Sebagai tambahan sebelum penutup, lembaga pendidikan ini pada tanggal 7 April yang lalu telah diresmikan sebagai Hutan Kota oleh Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Bila dibandingkan dengan luas dan hijaunya Kampus ISTN tercinta, lembaga pendidikan ini sangat terbatas area yang bisa ditanami oleh pohon. Tapi lembaga pendidikan ini mampu melakukan hal tersebut demi meningkatkan image. Sekali lagi, image itu dibangun untuk “memancing” para peserta kursus yang rata-rata dari kalangan perbankan agar mau datang dan mengikuti pendidikan dan pelatihan di lembaga ini.

Begitulah kira-kira gambaran yang bisa saya share, kiranya tulisan ini bisa menjadi masukan untuk kita semua dalam membangkitkan kembali ISTN dari tidur panjangnya. Sekian dan terima kasih. Salam..